Rabu, 27 Mei 2009

Perubahan Diri, Ketika Memegang Amanah

Mungkin ini episode kehidupan seseorang, yang sangat jarang ditemui, ketika kehidupan sudah banyak berubah. Berubah dikarenakan sifat-sifat manusia sendiri. Mereka tidak dapat menemukan kehidupan yang sebenarnya.

Manusia menjadi hamba atas dirinya, dan nafsu tidak dapat memuliakan manusia. Mengapa banyak diantara manusia memilih nafsu, yang melandasi kehidupannya? Tapi, di tengah-tengah kepekatan kehidupan dunia, masih ada orang-orang yang menjadi teladan dalam kehidupan ini. Kisah ini akan dapat memberikan percikan air, bagi yang dahaga akan kemuliaan.

Muhammad bin Ka’ab al-Quradhi, mengisahkan kehidupan Amirul Mu’minin, Umar bin Abdul Aziz, yang sesudah menjadi Khalifah menjadi asing dan aneh. Sebuah penuturan yang sangat menyentuh hati, bagi yang masih mempunyai rasa, dan Ka’ab mengisahkannya.

“ Sekali waktu saya menemui Umar bin Abdul Aziz setelah diangkat menjadi Khalifah. Sungguh. Kiranya tubuhnya sudah sangat menjadi kurus. Rambutnya telah memutih. Raut mukanya sudah jauh berbeda dengan sebelumnya. Padahal, dahulu sewaktu Umar menjadi Gubernur di Madinah, Umar adalah seorang yang sangat tampan dan badannya berisi …”

Kemudian, ketatap wajahnya lama sekali, sehingga ia bertanya kepadaku :

“Wahai Ibnu Ka’ab, apa yang menyebabkan anda menatapku seperti itu, padahal dulu anda tidak pernah berbuat demikian?”, tanya Umar. “Saya sangat heran, wahai Amirul Mu’minin!”, jawab Ka’ab. “Apa yang mengherankanmu?”, tanya Umar lagi. “Perubahan diri Amirul Mu’minin. Badan Amirul Mu’minin menjadi kurus, rambut memutih, raut wajah yang memucat. Kemana keindahan diri Amirul Mu’minin yang sangat mempesona dulu? Rambut hitam lebat, tubuh nampak gagah, dan subur”, tambah Ka’ab. Tapi, segala sirna keindahan yang dimiliki Umar bin Abdul Aziz, ketika menjadi Khalifah.

Lalu, Umar menjawab semua pertanyaan Ka’ab itu dengan mengatakan : “Engkau akan lebih heran lagi, bila melihat diriku nanti s etelah terkubur dalam tanah. Mataku akan copot dari tempatnya, dan ulat-ulat akan berkeliaran di mulut dan tenggorokanku”, ujar Umar.

Ya. Wajah yang tampan dan tubuh yang gagah perkasa itu telah berubah, karena deraan tanggung jawabnya yang besar. Suatu hari, di awal masa jabatannya sebagai Khalifah, dipangilnya istrinya, Fatimah, wanita mulia putri seorang Khalifah, yang sangat jelita itu, lalu dihadapkan pada kenyataan yang harus mereka hadapi. Dengan lemah lembut, disampaikan oleh Umar kepada Fatimah, bahwa seorang suami, Umar sudah tidak ada harganya lagi. Beban yang harus dipikulnya sangat berat, sehingga tidak ada lagi waktu yang tersisa untuk keperluan-keperluan lainnya.

Dan, Umar menyerahkan kepada Fatimah sepenuhnya hak untuk memilih jalan hidup dan menentukan dirinya..

Tapi, Fatimah, namanya yang terukir dengan gemerlapan sepanjang sejarah, memilih tetap menemani Umar, sampai ajal menjemputnya. Fatimah selalu mendampingi Umar, meskipun sangat terasa berat dalam memasuki kehidupan ini. Fatimah sama sekali tak pernah mengeluh, tatkala perutnya kelaparan, meskpun Fatimah, istri seorang Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Dan, Fatimah hanya mengatakan : “Alangkah bedanya kehidupan kami sebelum dan sesuah menjadi Khalifah, bagaikan timur dengan barat”, ujarnya. “Demi Allah, kami belum pernah menikmati kegembiraan setelah kami menduduki jabatan ini ..”, tambahnya. Kini, lenyaplah sudah segalanya dari sisi permaisuri ini.

Padahal, sebelumya ia adalah seorang puteri Khalifah dan merupakan saudara Khalifah, yang segala kenikmatan hidup tersedia baginya. Sutera yang sangat halus dan indah, intan permata, emas dan perak, serta harta kekayaan lainnya. Kini, yang dimiliki Fatimah, tinggal dua lembar baju kasar. Karena, Umar bin Abdul Aziz telah menyuruh semua kekayaannya dijual, termasuk kekayaan isterinya, kekayaan anak-anaknya. Semua uang hasil penjualan kekayaannya itu diserahkan kepada Baitul Mal milik kaum muslimin.

Kini, Fatimah dan Umar, berdua, hanya makan roti kering yang hanya diolesi minyak atau dicampur dengan sedikit bumbu. Hingga, Fatimah yang mulanya sangat cantik itu, berubah menjadi wanita yang pucat dan lunglai ..!

Sekali waktu, Amirul Mu’minin masuk ke dalam kamarnya. Di dapatinya Fatimah sedang menambal pakaiannya, yang usang sambil duduk bersimpuh diatas tikar. Dipegangnya pundak istrinya Fatimah, seraya Umar berguarau : “Fatimah. Alangkah nikmatnya malam-malam yang kita lalui di Dabiq (Istana) dulu, jauh lebih menyenangkan dari malam-malam seperti sekarang ini”, ucap Umar. Maksudnya, kehidupan mereka berdua sebelum menjadi Khalifah.

Lalu, Fatimah menjawab : “Demi Allah, padahal waktu itu, kanda (Khalifah Umar) tidak lebih mampu dari waktu sekarang ini”, ucap Fatimah. Mendengar ucapan istrinya, Fatimah, kemudian wajah Umar pun menjadi muram, airmatanya pun mengalir deras. Umar sadar bahwa senda guraunya telah melewati batas. Kemudian, Umar : “Wahai Fatimah. Aku takut terhadap siksa Rabbku, jika mendurhakia-Nya,yakni di suatu hari yang amat dahsyat siksanya”, ungkap Umar kepada istrinya Fatimah.

Dan, tak lama, Fatimah telah terbiasa dan menyenangi kehidupan yang dipilih oleh suaminya Umar untuk dirinya dan seluruh keluarganya. Dan, Fatimah menghayatinya dengan setia dan penuh cinta. Sampai keduanya dipisahkan oleh kematiannya. Wallahu ‘alam.
(sumber: www.ermuslim.com)

Senin, 25 Mei 2009

Belajar Memimpin Sekali lagi


Hari itu 24 April 2009, semua peserta musyawarah besar FT Unand terdiam sejenak mendengarkan sumpah Gubernur BEM baru mereka. Baru 1 bulan setelah terpilih di pesta demokrasi anak teknik. Sebuah amananah yang memang tidak baru lagi jika diukur dari segi waktu.

Ada gundah memang, ketika sumpah itu diucapkan. Di depan ada Tugas Besar yang mesti diselesaikan secara cepat. PMB, Dies, membangun tim kepengurusan, dan banyak lagi tugas-tugas yang mesti diseleaikan.
Berangkat dari sana pegetahuan dan pengalaman saja tidak cukup untuk memimpin. Perlu tambahan ilmu agar dinamika di Fakultas Teknik bisa dipicu oleh sang gubernur baru. Dan kata kunci untuk itu semua adalah belajar. Belajar untuk menelaah, meriview, dan menambah lagi ilmu tentang organisasi.

Komunikasi 2 Arah


Komunikasi adalah tulang punggung dalam berhubungan dengan orang lain. Jelas atau tidaknya informasi yang diterima oleh orang lain tergantung pada baiknya komunikasi yang dilakukan. Sebuah komunikasi yang baik adalah komunikasi dua arah. Artinya ada hubungan timbal balik antara 2 orang atau lebih.


APAKAH PERLU KOMUNIKASI DUA ARAH?

Untuk mengetahui apakah Anda memang perlu membangun komunikasi dua arah, coba jawab beberapa pertanyaan berikut.
• Apakah anak buah atau bawahan Anda sering datang kepada Anda dan secara nyaman menyampaikan ”unek-unek” mereka?
• Apakah Anda dan tim Anda bisa saling menerima kritik tanpa mengambil sikap defensif?
• Apakah Anda tahu rasa frustrasi, masalah, keinginan, minat anggota tim Anda?
• Apakah Anda sering menanyakan pendapat atau masukan dari anggota tim tentang suatu keputusan yang akan Anda ambil?
• Apakah dalam rapat dengan tim, ada kebebasan menyatakan pendapat, memberi usulan dan saran?
Jika sebagian besar jawaban Anda adalah ”tidak”, maka kemungkinan besar Anda perlu membangun komunikasi dua arah. Namun, jika sebaliknya, jawaban Anda kebanyakan adalah ”Ya”, Anda telah memupuk terjadinya komunikasi dua arah, namun tidak ada salahnya untuk menyimak beberapa kendala komunikasi dan usulah strategi komunikasi berikut.

KENDALA KOMUNIKASI

Roger Neugebauer dalam artikelnya ”Communication: A two-way Street” mengungkapkan beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam berkomunikasi dua arah.

Protectiveness (Perlindungan). Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi tertentu pada karyawannya atau timnya karena takut akan menyakiti hati karyawan. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan karena karyawan tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan karyawan, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka, memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat mereka.

Defensiveness (Pertahanan). Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja tidak mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan). Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah merendahkan dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa ”diserang”, sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut membangun benteng pertahanan dengan menahan informasi yang masuk. Ia menganggap informasi tersebut juga akan membuatnya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief yang memberi komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak buah Pak Arief cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga dirinya, egonya, dan kualitas kerjanya. Padahal sebenarnya Pak Arief hanya ingin memberikan masukan untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan kata-kata yang tidak dipikirkan dulu penyampaiannya. Ketika merasa diserang maka anak buah Pak Arief cenderung akan marah, dan menutup ”telinga” terhadap informasi lainnya yang mungkin saja berguna untuknya (misalnya: informasi mengenai strategi memperbaiki kinerjanya).

Tendency to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi). Jika mendapat informasi dari seseorang mengenai keburukan orang lain, pimpinan cenderung mengambil sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum berkomunikasi dengan orang yang dibicarakan tersebut. Karena terpengaruh oleh pandangan satu orang, pimpinan langsung membentuk opini tertentu dan mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta lapangan yang cukup. Ini bukanlah merupakan komunikasi dua arah, tetapi komunikasi satu arah, atau bahkan bisa dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi sama sekali.

Narrow perspectives (Perspektif yang sempit). Karena jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali hanya melihat suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh, keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga menit saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bagian marketing yang sering kali menggunakan telepon untuk berhubungan dengan calon pelanggan atau pelanggan yang ada.

Mismatched expectations. Peter Drucker mengatakan bahwa pikiran manusia seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya Jika, ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang berikutnya.

Insufficient time. Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi secara menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera, seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian informasi (tidak utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.

MEMBANGUN KOMUNIKASI DUA ARAH

Setelah memahami berbagai kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua arah, kita akan lebih mudah untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi dua arah tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.

Mendengar. Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang mendengar. Yang sering terjadi adalah tiap pihak saling menunggu kesempatan untuk berbicara tanpa meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa yang akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan dapat terselesaikan justru bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan karena ia bersedia memahami orang lain dengan cara mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah, keinginan, harapan). Informasi yang didengar inilah yang bisa dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah.

Terbuka. Untuk mendorong tiap pihak untuk saling terbuka, seorang pimpinan hendaknya tidak menghukum orang yang menyampaikan pendapat, masalah, atau perasaannya. Keterbukaan bisa juga dibuatkan wadahnya, yaitu melalui bulletin board, kotak saran, atau media antarkaryawan. Karyawan yang menyampaikan pendapat atau ide yang bisa dimanfaatkan perusahaan, bisa diberikan hadiah, atau penghargaan. Demikian juga dengan karyawan yang bisa mengidentifikasi atau mengantisipasi masalah serta mengusulkan alternatif pemecahannya.

Menyamakan persepsi. Komunikasi dua arah sering terhambat karena adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian, dalam berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari ide yang disampaikan, sehingga orang lain juga bisa memiliki persepsi yang sama, berangkat dari persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang yang menyampaikan informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka komunikasi dua arah akan lebih mudah mengalir.

Komunikasi empat mata. Banyak juga karyawan yang enggan menyampaikan pendapat karena sungkan berbicara di hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan tersebut memiliki ide yang brilian. Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan komunikasi dua arah terhadap anak buahnya secara regular untuk memahami kebutuhan, ekspektasi, masalah mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan mungkin saja lebih nyaman menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan yang ditemuinya di lapangan. Jadi, komunikasi empat mata penting untuk dilakukan dengan lebih sering, tidak hanya ketika melakukan evaluasi kerja tahunan.

Ada banyak cara untuk membangun komunikasi dua arah, beberapa di antaranya baru saja kita bahas bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang paling cocok untuk Anda, atau mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua arah dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik. Selamat berkomunikasi!

Minggu, 10 Mei 2009

Mengapa Engkau Mencintai Dunia, dan Menjauhi Akhirat?

Senja menjelang matahari tenggelam. Di langit masih nampak semburat matahari yang akan sirna, karena akan datangnya malam. Jalan-jalan mulai sepi. Orang-orang mulai masuk ke rumah mereka. Diantara mereka ada, yang sedang berjalan menuju ‘baitullah’, tak jauh dari rumah mereka. Tetapi, ada seorang lelaki yang berjalan, terus menelurusi jalan yang berliku-liku, menuju sebuah bukit. Ia melangkah terus menuju sebuah bukit, hingga bayangannya tak nampak lagi.

Sungguh tak ada yang menyangka, bahwa laki-laki yang dengan kesendiriannya itu, dan berjalan menelurusi bukit, yang berbatu dan berbelok, di senja hari itu, tak lain adalah Rasulullah Shallahu alaihi wassalm, yang sore pergi ke kuburan Uhud. Uqbah bin Umair, suatu ketika menuturkan bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, pergi ke kuburan Uhud. Rasulullah menshalati mereka, sesudah delapan tahun mereka dikuburkan seperti seorang yang mengucapkan kalimat perpisahan kepada orang-orang yang meninggal.

Usai menshalati para pejuang Uhud itu, Rasulullah lalu menyampaikan do’anya, yang lirih dengan penuh kekhusukkan. “Aku adalah pendahulu kalian dan saksi atas kalian. Tempat bertemu kalian adalah telaga, dan aku benar-benar melihat dari tempatku berdiri ini. Aku tidak khawatir kalian akan syirik, akan tetapi aku khawatir kalian akan bersaing memperebutkan dunia”, ungkap Rasulullah.

Kemudian, Uqbah bin Umair menyatakan : “Itu adalah saat terakhir aku melihat dan memandang Rasulullah Shallahu alaihi wassalam”. (HR. Bukhari dan Muslim). Betapa bahagianya orang-orang yang dapat melihat dan memandang serta bertemu dengan kekasihnya Rasulullah Shallahu alaihi wassalam itu. Mereka yang dapat bertemu dengan Rasulullah itu, bagaikan mendapatkan air, ketika terik matahari pandang pasir, yang memanggang sekujur tubuh, dan kering-kerontangnya tenggorokkan, tiba-tiba mendapatkan tetesan air. Tetesan air kebahagian dari perjumpaannya dengan Rasulullah. Betapa mereka akan berbahagia kelak, di hari akhirat, yang mendapatkan do’a dan shafaat dari Rasulullah. Seperti mereka pejuang Uhud, yang dido’akan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wassalam.

Betapa, ketika itu Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, yang menjadi panutan dan tempat kembali para ummatnya, yang menginginkan arahan dan do’a, justru Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, tidak mengkhawatirkan umatnya terjatuh ke dalam lembah syirik. Tetapi, yang dikhawatirkan Rasulullah adalah kalau-kalau umatnya banyak yang jatuh ke dalam pelukan dunia, dan bersaing memperebutkan dunia. Dunia telah menjadikan manusia yang hina. Dunia telah menjadikan manusia tidak berharga. Dunia telah menjadikan manusia sebagai seekor binatang, dan lebih hina dibandingkan dengan binatang. Karena itu, Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, mengkhawatirkan umatnya, jika nantinya bersaing memperebutkan sekerat kehidupan dunia.

Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Akan tetapi aku khawatir kalian akan besaing memperebutkan dunia. Kalian akan berbunuhan dan akhirnya kalian binasa seperti orang-orang sebelulm kalian”, ujar Baginda Rasulullah Shalllahu alaihi wassalam. Uqbah bin Umair meriwayatkan ketika, belaiu melihat terakhir Rasulullah, dan berkata : “Aku adalah pendahulu kalian. Aku saksi kalian. Demi Allah, aku sekarang melihat telagaku. Aku diberi kunci gudang-gudang bumi atau kunci-kunci bumi. Dan demi Allah, aku tidak khawatir kalian akan syirik setelah aku mati, tetapi aku khawatir kalian akan bersaing memperebutkan dunia”.

Sesungguhnya, dengan kalimat itu Rasulullah ingin memperingatkan kita untuk tidak besaing dalam mencintai dunia dengan cara yang menjadikan kita lalai untuk mengingat Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya.

“ Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang bebuat demikian, maka emreka itulah orang-orang yagn merugi”. (al-Munafiqun : 9).

Selanjutnya, Abu Hurairah menuturkan bahwa ia mendengar Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, bersabda : “ Ketahuilah, dunia itu terlaknat dan terlaknat pula seluruh yang ada di dunia, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang mengikutinya, serta seorang ulama atau pelajar”. (HR.Tirmidzi)
Maka, jika kita ingin memahami dunia dan hakikat dunia, cukuplah kita membaca firman Allah Ta’ala :

“Sesungguhnya perumpaan kehidupan duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karna air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datangnya kepada azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir”. (Surah Yunus : 24).

Semoga manusia mau menyadari bahwa apa yang ada di dunia ini, semua fana, dan akan lenyap, tanpa bersisa. Kejarlah dunia, hingga nafasmu habis, dan tenagamu tak bersisa, niscaya manusia tak pernah mendapatkan kepuasan dengannya. Manusia yang lalai dengan dunia, maka diakhirat kelak, tentu akan menjadi hina. Tak mampu lagi berdiri tegak dihadapan Allah Azza Wa Jalla. Dan, segeralah manusia memohon ampun dan tobat serta kembalilah kepada mengingat Allah, yang maha kekal, selama-lamanya, dan yang maha hidup, tak pernah tidur, serta senantiasa akan menjaga hamba-hambanya yang selalu mengingat-Nya.

Mengapa umurmu, engkau habiskan hanya berbuat sia-sia yang tak berharga, dan tak bernilai, sehingga engkau meninggalkan kemuliaan, yang sudah dijanjikan oleh oleh Allah Ta’ala. Kembalilah. Dan, tinggalkan dunia ini, dan gapailah kemuliaan di akhirat, yang pasti akan datang. Wallahu’alam.